Mencintai “TAI” Ibu Pertiwi
Foto: Istimewa Sebelum makan siang perut sudah mulai keroncongan menghirup aroma masakan seorang kawan dari Jakarta. Menu masakannya special “oseng-oseng kangkung”, pucaknya aroma masakan kawanku itu bersarang di sela-sela lubang hidung sehingga bersin pun tak bisa berhenti. Tibalah pada saatnya menyantap kangkung sekaligus memanjakan lidah kering ini. Seusai makan siang bersama terceletuk mulut dari kawanku dengan kalimat “TAI perlu kita cintai, sebab kita sudah mati rasa”. Seketika itu saya serasa ingin muntah, karena kata awal merasuk dalam otak saya sebagai benda berkonotasi jorok, apalagi usai makan, perut ini rasanya ingin sekali berontak dan menampar mulut kawanku. Aku tahan amarah nafsu makanku itu, aku dengarkan lagi kalimatnya sambil berharap ia menjelaskan TAI itu apa. Tibalah ia di akhir kalimatnya dengan nada sedikit berontak juga seperti seorang pengamat yang sedang membahas tentang negara. “TAI kita harus dijunjung, itulah harga diri sebagai bangsa dengan menc